MalangBisnis.com - "Sejak enam bulan lalu kami menjalankan usaha berjualan makanan siap saji (semacam bekal dalam kemasan berisi nasi dan ayam teriyaki) di kantin sekolah. Menurut kami, usaha ini cukup prospektif. Salah satu dari kami awalnya menyediakan modal dalam bentuk berbagai peralatan memasak dan operasional penjualan, sedangkan yang lain memang seorang juru masak dan memiliki modal keahlian memasak makanan yang kami jual.
Sampai saat ini, keuntungan yang kami dapatkan dari hasil berjualan belum dikategorikan atau diputuskan ke dalam pola bagi hasil. Pola bagi hasil seperti apa yang paling baik diterapkan untuk usaha yang dijalankan seperti kami ini? Jika harus diformulasikan ke dalam bentuk persentase, sebaiknya masing-masing dari kami mendapat keuntungan berapa persen, agar sama-sama adil?"
Meskipun masih dalam ukuran kecil, akan tetapi memulai usaha bukanlah suatu hal yang mudah. Sehingga banyak sekali orang yang menunda-nunda untuk memulai usaha dan hanya sebatas angan-angan atau impian saja.
Di Jepang, usaha makanan siap saji ini dikenal dengan nama O-bento. Makanya ada resto di Indonesia yang menggunakan nama ini sebagai brand.
Pertanyaan mengenai pola bagi hasil cukup sulit untuk dijawab, karena memang tak ada rumus dasar dalam menentukan pembagian bagi hasil untuk konsep kerja sama seperti ini. Untuk sebuah kerja sama idealnya adalah masing-masing pihak menempatkan modal usaha, sehingga pembagian hasil dari usaha itu kemudian dibagi menurut persentase modal yang ditempatkan.
Apabila kemudian salah satu pihak mampu untuk menjalankan usaha sebagai juru masak, maka pihak tersebut akan mendapatkan penghasilan tambahan rutin bulanan sebagai juru masak yang dipotong sebagai biaya operasional usaha.
Akan tetapi, kondisi Anda berbeda dan harus dibicarakan dengan unsur keterbukaan, agar masing-masing pihak mengerti dan tidak salah prasangka, karena modal utama dalam bermitra adalah saling percaya dan keterbukaan, bukan? Banyak sekali usaha atau bisnis yang sudah dibuat, berhasil dan dibina dengan baik, tapi harus tutup atau kandas karena masalah pembagian keuntungan ini.
Siapa yang investasi?
Rumusan awal yang selalu bisa dipegang dan sebaiknya diikuti adalah, bahwa dalam berinvestasi, siapa yang menanamkan uangnya (melakukan investasi) alias mengeluarkan sejumlah dana, maka dialah yang harus menerima kompensasi lebih besar. Hal ini sebabkan oleh banyak hal antara lain:
1. Kesempatan berinvestasi
Dengan menginvestasikan uang ke dalam usaha ini, Anda akan kehilangan kesempatan berinvestasi di tempat lain yang bisa memberikan keuntungan lebih besar lagi.
2. Nilai uang relatif terhadap waktu
Selalu diingat, nilai uang saat ini lebih berharga dibandingkan nilai uang di masa yang akan datang. Dengan menginvestasikan uang tersebut terhadap bisnis atau usaha, maka Anda tidak memiliki uang itu di tangan Anda untuk dapat dipergunakan bagi keperluan lain, termasuk juga diinvestasikan.
3. Risiko investasi
Setiap investasi pasti mengandung risiko, apapun jenis investasi yang Anda lakukan, baik ke sebuah produk keuangan maupun investasi secara langsung ke dalam suatu usaha. Resiko investasi inilah yang harus dikompensasikan dengan tingkat pengembalian atau imbal hasil, atau hasil investasi yang lebih besar. Sebab, jika Anda ingin uangnya aman-aman saja, cukup dimasukkan ke tabungan dan deposito dengan bunga yang hanya 3-7 persen per tahun.
Untuk memilih rumusan mana yang dirasa paling cocok untuk usaha yang Anda lakukan, berikut beberapa ilustrasinya: (Awi dan Putra - Jakarta) atau merek dagang. Usaha ini sangat diminati karena mudah, bersih, cepat (saji), dan harganya yang terjangkau (biasanya). "Saudara" dari jenis usaha ini adalah jenis usaha yang sering disebut dengan katering kantoran.
a. Sistem kekeluargaan
Dengan sistem ini semua dibicarakan di depan, seberapa rela masing-masing pihak akan berbagi. Tidak ada patokan baku dalam hal ini, pembagian bisa 60 banding 40, 70 banding 30, atau 80 banding 20. Akan tetapi, seperti yang telah dijelaskan di atas, biasanya porsi pembagian terbesar ada pada si penyantun dana alias pemodal, alias investor yang menempatkan uangnya pada usaha ini.
b. Sistem perhitungan
Sistem perhitungan akan memperhitungkan "biaya" yang sudah dikeluarkan oleh masing-masing pihak.
Contohnya, apabila Anda sudah berinvestasi pada usaha ini, misalnya membenamkan dana sejumlah Rp 10 juta, maka hasil investasi atau setara bunga, sebesar apa yang Anda inginkan? Apabila bunga deposito 7 persen per tahun, maka otomatis Anda ingin mendapatkan lebih besar dari itu, bisa 2x, 3x atau 4x-nya, tergantung kesepakatan.
Di lain pihak juru masak juga akan mengenakan (mendapatkan) biaya apabila dia bekerja atau memasak di tempat lain, misalnya dengan penghasilan Rp 500 ribu per bulan. Akan tetapi, penghasilan ini tak harus dibebankan keseluruhan, tetapi dengan biaya yang lebih rendah dari situ.
Demikian juga apabila Anda ikut membantu di usaha tersebut, harus juga menerima "gaji". Nah, keuntungan kotor dari hasil usaha setelah dikurangi dua biaya di atas tadi, maka didapatkan keuntungan bersih yang kemudian baru bisa dibagi dua sama rata.
Apabila diformulasikan, kira-kira seperti ini:
Apabila sisa hasil usaha Anda selama 1 bulan kira-kira sebesar Rp 5 juta, maka Anda akan potong "return on investment" untuk investasi Anda yang Rp 10 juta tadi. Seandainya Anda setuju dengan return 21 persen alias 3x deposito per tahun, maka per bulannya didapat angka sebesar 1,75 persen x Rp 10 juta = Rp 175 ribu.
Kemudian juru masak tadi, contohnya, mendapatkan Rp 500 ribu (Rp 1 juta dibagi dua), maka dana yang ada akan menjadi Rp 5 juta - Rp 500 ribu - Rp 175 ribu = Rp 4.325.000. Dengan catatan, Anda tidak ikut bekerja membantu dalam usaha ini alias mempercayakan kepada juru masak tadi.
Apabila Anda juga turut membantu menjalankan usaha ini, maka Anda berhak mendapatkan Rp 500 ribu tadi seperti halnya sang juru masak. Sehingga hasil akhir akan didapat sebesar Rp 3.825.000. Nominal inilah yang dibagi dua sama besar, sehingga masing-masing akan mendapatkan Rp 1.912.500.(MB-7)
***
Sampai saat ini, keuntungan yang kami dapatkan dari hasil berjualan belum dikategorikan atau diputuskan ke dalam pola bagi hasil. Pola bagi hasil seperti apa yang paling baik diterapkan untuk usaha yang dijalankan seperti kami ini? Jika harus diformulasikan ke dalam bentuk persentase, sebaiknya masing-masing dari kami mendapat keuntungan berapa persen, agar sama-sama adil?"
Meskipun masih dalam ukuran kecil, akan tetapi memulai usaha bukanlah suatu hal yang mudah. Sehingga banyak sekali orang yang menunda-nunda untuk memulai usaha dan hanya sebatas angan-angan atau impian saja.
Di Jepang, usaha makanan siap saji ini dikenal dengan nama O-bento. Makanya ada resto di Indonesia yang menggunakan nama ini sebagai brand.
Pertanyaan mengenai pola bagi hasil cukup sulit untuk dijawab, karena memang tak ada rumus dasar dalam menentukan pembagian bagi hasil untuk konsep kerja sama seperti ini. Untuk sebuah kerja sama idealnya adalah masing-masing pihak menempatkan modal usaha, sehingga pembagian hasil dari usaha itu kemudian dibagi menurut persentase modal yang ditempatkan.
Apabila kemudian salah satu pihak mampu untuk menjalankan usaha sebagai juru masak, maka pihak tersebut akan mendapatkan penghasilan tambahan rutin bulanan sebagai juru masak yang dipotong sebagai biaya operasional usaha.
Akan tetapi, kondisi Anda berbeda dan harus dibicarakan dengan unsur keterbukaan, agar masing-masing pihak mengerti dan tidak salah prasangka, karena modal utama dalam bermitra adalah saling percaya dan keterbukaan, bukan? Banyak sekali usaha atau bisnis yang sudah dibuat, berhasil dan dibina dengan baik, tapi harus tutup atau kandas karena masalah pembagian keuntungan ini.
Siapa yang investasi?
Rumusan awal yang selalu bisa dipegang dan sebaiknya diikuti adalah, bahwa dalam berinvestasi, siapa yang menanamkan uangnya (melakukan investasi) alias mengeluarkan sejumlah dana, maka dialah yang harus menerima kompensasi lebih besar. Hal ini sebabkan oleh banyak hal antara lain:
1. Kesempatan berinvestasi
Dengan menginvestasikan uang ke dalam usaha ini, Anda akan kehilangan kesempatan berinvestasi di tempat lain yang bisa memberikan keuntungan lebih besar lagi.
2. Nilai uang relatif terhadap waktu
Selalu diingat, nilai uang saat ini lebih berharga dibandingkan nilai uang di masa yang akan datang. Dengan menginvestasikan uang tersebut terhadap bisnis atau usaha, maka Anda tidak memiliki uang itu di tangan Anda untuk dapat dipergunakan bagi keperluan lain, termasuk juga diinvestasikan.
3. Risiko investasi
Setiap investasi pasti mengandung risiko, apapun jenis investasi yang Anda lakukan, baik ke sebuah produk keuangan maupun investasi secara langsung ke dalam suatu usaha. Resiko investasi inilah yang harus dikompensasikan dengan tingkat pengembalian atau imbal hasil, atau hasil investasi yang lebih besar. Sebab, jika Anda ingin uangnya aman-aman saja, cukup dimasukkan ke tabungan dan deposito dengan bunga yang hanya 3-7 persen per tahun.
Untuk memilih rumusan mana yang dirasa paling cocok untuk usaha yang Anda lakukan, berikut beberapa ilustrasinya: (Awi dan Putra - Jakarta) atau merek dagang. Usaha ini sangat diminati karena mudah, bersih, cepat (saji), dan harganya yang terjangkau (biasanya). "Saudara" dari jenis usaha ini adalah jenis usaha yang sering disebut dengan katering kantoran.
a. Sistem kekeluargaan
Dengan sistem ini semua dibicarakan di depan, seberapa rela masing-masing pihak akan berbagi. Tidak ada patokan baku dalam hal ini, pembagian bisa 60 banding 40, 70 banding 30, atau 80 banding 20. Akan tetapi, seperti yang telah dijelaskan di atas, biasanya porsi pembagian terbesar ada pada si penyantun dana alias pemodal, alias investor yang menempatkan uangnya pada usaha ini.
b. Sistem perhitungan
Sistem perhitungan akan memperhitungkan "biaya" yang sudah dikeluarkan oleh masing-masing pihak.
Contohnya, apabila Anda sudah berinvestasi pada usaha ini, misalnya membenamkan dana sejumlah Rp 10 juta, maka hasil investasi atau setara bunga, sebesar apa yang Anda inginkan? Apabila bunga deposito 7 persen per tahun, maka otomatis Anda ingin mendapatkan lebih besar dari itu, bisa 2x, 3x atau 4x-nya, tergantung kesepakatan.
Di lain pihak juru masak juga akan mengenakan (mendapatkan) biaya apabila dia bekerja atau memasak di tempat lain, misalnya dengan penghasilan Rp 500 ribu per bulan. Akan tetapi, penghasilan ini tak harus dibebankan keseluruhan, tetapi dengan biaya yang lebih rendah dari situ.
Demikian juga apabila Anda ikut membantu di usaha tersebut, harus juga menerima "gaji". Nah, keuntungan kotor dari hasil usaha setelah dikurangi dua biaya di atas tadi, maka didapatkan keuntungan bersih yang kemudian baru bisa dibagi dua sama rata.
Apabila diformulasikan, kira-kira seperti ini:
Apabila sisa hasil usaha Anda selama 1 bulan kira-kira sebesar Rp 5 juta, maka Anda akan potong "return on investment" untuk investasi Anda yang Rp 10 juta tadi. Seandainya Anda setuju dengan return 21 persen alias 3x deposito per tahun, maka per bulannya didapat angka sebesar 1,75 persen x Rp 10 juta = Rp 175 ribu.
Kemudian juru masak tadi, contohnya, mendapatkan Rp 500 ribu (Rp 1 juta dibagi dua), maka dana yang ada akan menjadi Rp 5 juta - Rp 500 ribu - Rp 175 ribu = Rp 4.325.000. Dengan catatan, Anda tidak ikut bekerja membantu dalam usaha ini alias mempercayakan kepada juru masak tadi.
Apabila Anda juga turut membantu menjalankan usaha ini, maka Anda berhak mendapatkan Rp 500 ribu tadi seperti halnya sang juru masak. Sehingga hasil akhir akan didapat sebesar Rp 3.825.000. Nominal inilah yang dibagi dua sama besar, sehingga masing-masing akan mendapatkan Rp 1.912.500.(MB-7)
***
Sumber : KOMPAS
Follow Twitter @MalangBisnisCom
Baca MalangBisnis.com dari mana aja, tersedia versi mobile, Buka dari HP mu...
Tidak ada komentar:
Posting Komentar