MALANG-BISNIS.com - Pada umumnya, makanan yang dihidangkan pada hari Lebaran adalah makanan yang spesial. Sebut saja opor ayam, gulai kambing, rendang, kue-kue kering dan basah, dan lain-lain. Tapi umumnya makanan-makanan itu mengandung banyak lemak.
Yang terjadi pada hari Lebaran adalah orang makan banyak makanan yang mengandung lemak. Seperti ada kecenderungan “balas dendam” karena tak bisa menikmati makanan seperti itu selama Ramadan. “Dan makanan itu (berlemak) biasanya kebanyakan berbahan dasar santan,” kata dr Prasna Pramita SpPD.

Memang Anda tak salah mengonsumsi makanan berlemak. Mengapa? Karena tubuh membutuhkan lemak. “Fungsinya buat memberi lapisan pada tulang manusia supaya berbentuk,” sambung dr Prasna. Baru akan menjadi masalah jika lemak yang dikonsumsi itu berlebihan. Kalau sudah berlebihan, bisa terjadi penumpukan lemak dalam tubuh. Dan ini membuat sel-sel hati bekerja lebih berat untuk menghasilkan cairan empedu.

Sekadar diketahui, cairan empedu dalam berwarna hijau kecokelatan. Cairan empedu berperan dalam proses penyerapan lemak dan beberapa vitamin seperti A, D, E, dan K. “Karena biasanya lemaknya banyak. Cairan empedu penting dalam pencernaan terutama penyerapan lemak,” ujar dr Prasna. Cairan empedu disimpan di kantong empedu disimpan di kantong empedu yang terletak di bawah organ hati. Bentuknya seperti buah pir. Kantong empedu menampung sebanyak 50 ml cairan empedu. Panjangnya sekitar 7-10 cm. Organ ini terhubung dengan hati dan usus dua belas jari melalui saluran empedu.

Nah, apa yang terjadi ketika makanan yang kita konsumsi ternyata mengandung lemak yang berlebihan? Akan terjadi atau lahir banyak penyakit. Salah satunya adalah batu empedu.

“Nah, kalau orangnya saja udah memiliki bakat, sudah punya kolesterol, akan lebih banyak lagi tumpukan kolesterolnya. Dan sangat bisa mencetuskan batu empedu. Tendensinya bisa saja sampai 30 persen,” kata dr Prasna. Batu empedu bisa terbentuk karena kadar kolesterol dalam tubuh meningkat dan hati tak bisa lagi mengeluarkannya.

Batu empedu ini terbentuk secara bertahap. Pertama-tama, kolesterol yang tidak bisa diekskresikan akan mengendap. “Terus biasanya juga terjadi penebalan dinding empedu. Dan itu kalau di-USG kelihatan terjadi penebalan,” sambung dr Prasna. Hal tersebut memicu terjadinya perubahan kimiawi pada empedu. Perubahan ini disebut dengan batu empedu.

Batu empedu juga bisa disebabkan oleh timbunan zat lain seperti tumpukan pigmen billirubin dan garam kalsium yang membentuk partikel seperti kristal padat. Sehingga cirinya pun berbeda. Batu empedu yang terbentuk dari tumpukan kolesterol berwarna kekuningan dan tampak mengilap seperti minyak. Sedangkan batu empedu yang terbentuk dari tumpukan pigmen billirubin berwarna hitam tapi keras atau berwarna cokelat tua tapi rapuh.

Timbulnya batu empedu dapat menyebabkan berbagai masalah bila masuk dalam saluran pencernaan, usus halus. Terkadang batu empedu juga sering muncul pada saluran empedu sendiri. Bila batu empedu terdapat pada kandung empedu, bisa terjadi peradangan yang disebut kolestitis akut. Itu karena adanya pecahan batu empedu di dalam saluran empedu yang menimbulkan rasa sakit berlebihan.

Gejala yang muncul mirip dengan gejala maag karena letak kandung empedu berdekatan dengan lambung. Bahkan tak jarang orang mengira sakit maag padahal sudah terdapat batu empedu pada saluran empedunya.

“Gejalanya memang nggak ada yang khas. Gejala yang ringan suka kembung, mual, muntah. Kalau makan lemak, jadi tambah sakit, sendawa jadi lebih sering, dan buang gas,” terang dr Prasna.

Lantaran gejalanya tidak khas dan sangat mirip dengan maag, biasanya pasien datang kepada dokter dengan keluhan itu. Batu empedu baru ketahuan setelah dilakukan pemeriksaan USG.

Sebenarnya gejala batu empedu berbeda dengan maag. Hal ini bisa dilihat dari penjalaran dan frekuensi nyeri. Pada penderita maag, rasa sakit atau nyeri biasanya timbul secara perlahan hingga hebat. Sedangkan pada batu empedu, rasa sakit tersebut bisa muncul secara tiba-tiba dengan rasa sakit yang sangat dan kemudian bisa hilang begitu saja.

“Bila sudah sakit sekali, gejala colic yang seringn terjadi,” imbuhnya. Dan gejala-gejala tersebut akan terjadi berulang.

Penegakan diagnose dilakukan dengan pemeriksaan USG. Peralatan diarahkan ke tubuh dan gelombang yang dipantulkan akan dibaca oleh system computer. Atau bisa juga dilakukan pemeriksaan foto sinar X dan pemeriksaan darah di laboratorium.

Wanita sangat potensial mengidap batu empedu ini. Kemungkinan munculnya batu empedu meningkat seiring dengan bertambahnya umur. Beberapa orang juga berpotensi lebih gampang terserang batu empedu seperti orang yang sedang menjalani program penurunan berat badan dengan cepat. Alasannya, kehilangan berat badan yang cepat dengan cara-cara apapun, diet-diet kalori atau dengan operasi, menyebabkan batu empedu kolesterol pada 50 persen dari total orang yang menjalankan program tersebut.

Orang yang sering berhubungan dengan pil pengontrol kelahiran dan terapi hormon juga berisiko terserang batu empedu. Demikian juga yang mengidap penyakit Crohn dari terminal ileum (usus halus). Batu-batu empedu terbentuk karena pasien penyakit Crohn mengalami kekurangan asam-asam empedu yang cukup untuk melarutkan kolesterol dalam empedu.

Perawatannya adalah dengan mengistirahatkan kantong atau kandung empedu. Pengobatan atau terapi yang biasanya dilakukan adalah memberikan kombinasi obat Chenodeoxycholic Acid (CCDA) dan Ursodeoxicholic Acid (UDCA).

“Pengobatan terapi kombinasi CCDA (mengurangi sintesis kolesterol) dan UDCA (mengurangi penyerapan kolesterol) diharapkan bisa menyembuhkan batu empedu tanpa efek samping,” harap dr Prasna.

Namun, berdasarkan penelitian, terapi tersebut hanya bisa mencegah dan tidak bisa menghilangkan batu empedu.

Untuk dapat menghilangkan batu empedu, tetap diperlukan tindakan medis. Ada dua pilihan yang bisa dilakukan. “Laparoskopi atau operasi bedah biasa,” katanya.

Laporoskopi hanya menimbulkan bekas seperti tusukan di perut dan prosesnya menggunakan kontrol komputer. Sedangkan operasi bedah biasa sudah jelas menimbulkan bekas robekan. Pada intinya, tindakan medis yang dilakukan bertujuan untuk mengangkat kantong atau kandung empedu. Akibatnya, pasien tak bisa lagi mengonsumsi makanan yang mengandung lemak. “Karena nggak ada lagi yang nanti memproses lemak di tubuh,” jelas dr Prasna.(MB-21)
 ***

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

 

Membuat Web Langsung Jadi ? INDO9.COM